I. PENDAHULUAN
Sejarah
perekonomian dunia, memperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang mendesak di
dunia karena masalah ekonomi. Contohnya pada tahun 1930 dunia mengalami
masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja dan sumber daya lainnya, begitu
juga tahun 1940 dunia mengalami masalah merealokasikan sumber daya yang langka
dengan cepat antara kebutuhan perang dengan kebutuhan sipil. Tahun 1950 terjadi
masalah inflasi, tahun 1960 terjadi kemunduran pertumbuhan ekonomi, tahun 1970
dan awal tahun 1980 terjadi kasus biaya energi yang meningkat (harga minyak
yang meningkat sepuluh kali dibandingkan dekade sebelumnya) (Lipsey, et. al.
1991), memasuki akhir tahun 2008 sampai dengan saat ini krisis finansial
global yang dimulai di Amerika Serikat sejak 2007 yang dipicu macetnya kredit
perumahan (subprime mortgage) juga telah menimbulkan permasalahan yang
mendunia.
Dampak yang
dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia melemah sehingga
pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat menurun, nilai tukar rupiah
terdepresiasi sehingga hutang luar negeri pemerintah maupun swasta menjadi
beban yang cukup berat. Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa
persoalan-persoalan ekonomi selalu muncul dari penggunaan sumberdaya yang
langka untuk memuaskan keinginan manusia yang tak terbatas dalam upaya
meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk
menguasai sumberdaya yang langka tersebut. Perebutan menjadi
penguasa atas sumber daya yang langka bisa menimbulkan persengketaan antar
pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik antar daerah maupun antar negara.
Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang
terbatas dapat berjalan dengan baik dengan prinsip – prinsip keadilan.
Hukum ekonomi merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi persoalan
tersebut.
II.
ISI
Pemanfaatan
sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat
mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat perlakuan yang adil
(win-win solution) dan agar tidak terjadi perselisihan diantara pelaku
ekonomi. Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat
di dalam berbagai aspek. Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk
memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh
karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya. Interaksi
ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan
diantara manusia yang berinteraksi. Agar tidak terjadi perselisihan maka
harus ada kesepakatan bersama diantara mereka. Kegiatan ekonomi sebagai
salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber
daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan
mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi. Hukum atau
peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa
berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau
bangsa tersebut.
Tujuan suatu
bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya. Seperti tujuan
Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi
segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial. Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan
kesejahteraan umum. Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi
kemajuan dan kesejahteraan umum.
Dari pasal
33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama yang
berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD kita. Koperasi
adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1. Tujuan koperasi
adalah untuk kesejahteraan anggotanya. Di Indonesia sendiri telah
banyak berdiri koperasi-koperasi. Namun koperasi-koperasi yang ada masih
banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya kualitas kelembagaan
dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam lampiran Pasal (6) Bab 20
mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa
koperasi yang aktif hanya 76% dari total jumlah yang ada. Dan hanya 48%
dari koperasi yang aktif tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota
Tahunan). Selain itu disebutkan juga tertinggalnya kinerja Koperasi
dan kurang baiknya citra koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa
didasari oleh kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya,
sehingga kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi
yang tidak profesional menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern
sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD
1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai cabang-cabang produksi yang
penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan juga bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari
pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT
Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan lain-lain. Dalam era privatisasi
yang pada mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang
masuk ke Indonesia perlu diwaspadai agar jangan sampai cabang- cabang
produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi milik
asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan jangan
sampai Indonesia hanya sebagai penonton di negeri sendiri.
Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu dibuat
agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri sendiri.
Hukum
Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945 (amandemen) pasal
27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Negara juga memiliki kewajiban untuk
mensejahteraan rakyatnya, sehingga perekonomian harus dapat mensejahterakan
seluruh rakyat, sementara fakir miskin dan anak yang terlantar juga perlu
dipelihara oleh Negara. Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan
bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang
tidak dapat berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial
(Pasal 34 UUD 1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah
dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian
yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia
merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak terlepas
dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi. Tetapi
walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi
kesejahteraan Negara kita, karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut
dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum
yang berlaku di Indonesia.
Indonesia
terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam pengaturan hukum
ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita pernah
mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau
terpusat. Semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat.
Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada
beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan
daerah-daerah yang terpencil dan kurangnya pemerataan pembangunan.
Tujuan utama
desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan
urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat
lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran
Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat
mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah
dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan
kesejahteraan sangatlah penting. Kriteria yang dipilih Tempo untuk
menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan
pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat. Hal ini
dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah
sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil. Sebanyak 61
kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat
praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi
daerah.
Pemerintahan
di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat hukum
yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi
tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat
dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan
sebagai mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah
terhadap pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu
mengurangi jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan
pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan
masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan. Sehingga akan
mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri mengatasi
kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada didaerah
tersebut. Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi daerah
adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi lebih melihat
bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Pemerintahan
daerah juga tidak boleh semena-mena menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi
juga mau membantu daerah lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan
mereka terhadap daerah lain.
Untuk itu
diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam
melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum
yang jelas bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian
ditetapkan menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun
daerah. Dalam hal sosialisasi, pemerintah perlu juga melibatkan media
massa ataupun membentuk kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai
keberadaan peraturan maupun kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu
memberikan penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan
perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan
ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap keberhasilan daerah untuk
mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum
yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan dalam UUD 1945
yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982 ada sebuah penelitian
yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia. Penelitian ini dilakukan
oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati
Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi
Indonesia. Dalam buku tersebut Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua
yaitu Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes,
Setyardi, 2008).
Hukum
Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan produksi) secara
nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang
pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar
negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten, asuransi, impor ekspor,
pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional.
Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara
pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata, sesuai
dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia (distribusi
yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-obatan,
kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi,
pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan bagi pengusaha
kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin dan orang
tua serta pensiunan (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Apakah hukum
diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih banyak masyarakat yang
bertanya demikian karena terkadang hukum lebih banyak dianggap sebagai faktor
penghambat daripada sebagai faktor yang melandasi ekonomi. Walaupun
demikian sudah seharusnya ada hukum yang mengatur dan mengelola perekonomian
negara, karena pada dasarnya hukum mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan
ekonomi Indonesia. Peranan hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008)
tersebut antara lain adalah :
a.
Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b. Hukum sebagai sarana pembangunan
c. Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d. Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat
Dari
beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku Ekonomi
Pembangunan Indonesia yang patut dipertimbangkan yaitu :
a.
Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah
kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
b.
Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk
nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan
dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan
dalam ikatan kenegaraan secara nasional
c.
Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin
dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara
kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa
berikutnya
Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi tugas
selanjutnya adalah perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum ekonomi di
daerah dan kota. Sosialisasi ini bertujuan agar setiap pelaku ekonomi
daerah dan kota mengetahui batasan-batasan hukum dan sanksi hukum dengan jelas.
Peran
pemerintah daerah juga diperlukan dalam peningkatan perekonomoian Indonesia.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta, Kompas, Rabu
(19/12), selama ini kontribusi pemerintah daerah (pemda) masih minim. Lebih
lanjut Boediono mengatakan, masih ada beberapa rencana tindak yang belum tuntas
dalam paket kebijakan ekonomi, baik dalam kebijakan perbaikan iklim investasi,
percepatan pembangunan infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun
kebijakan sektor keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan
lanjutan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket itu
merupakan alat mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan selama dua
tahun ke depan (2008-2009). Nanti, apakah matriks itu dipayungi inpres
(instruksi presiden) atau apa, tidak jadi masalah,” ujar Boediono (sekarang
Wakil Presiden RI).
Ketua Tim
Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan Ekonomi Jannes Hutagalung pada era Menko
Perekonomian Boediono mengatakan, fungsi pemda akan diperbanyak dalam
pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan ekonomi 2008. Itu disebabkan
sebagian besar pelaksanaan programnya ada di daerah. “Misalnya, program UMKM.
Untuk sektor ini, kami akan lebih meningkatkan kerja sama dengan pemda,” kata
Jannes. Sebenarnya, ujar Jannes, dalam paket kebijakan ekonomi terdahulu
sudah diatur tentang penunjukan pejabat di kabupaten dan kota untuk membantu tugas
pengawasan yang dibentuk Menko Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten dan
kota melaksanakannya. Boediono menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat
yang ditugaskan di setiap kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan
baik.” Pemerintah memastikan paket kebijakan ekonomi yang sudah
digulirkan sejak tahun 2006 akan berubah wujud, terutama dalam bentuk
legalitasnya.
Hal itu
dimungkinkan karena paket kebijakan ekonomi tersebut tidak akan ditertibkan
dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum lain yang lebih kuat. Aspek yang
tercakup antara lain adalah perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan
infrastruktur, reformasi sektor keuangan, dan UMKM. Keberadaan rencana tindak
dalam paket kebijakan akan memudahkan pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan
paket kebijakan ekonomi terdahulu diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007
tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM
(Kompas, 19 Desember 2008).
KESIMPULAN :
Kegiatan
ekonomi manusia sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur
dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat
berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku
ekonomi.
Hukum atau
peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok sosial atau suatu bangsa
berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau
bangsa tersebut. Sehingga aspek hukum harus dibuat berdasarkan tingkat
kepentingan yang muncul pada suatu masyarakat di suatu wilayah, untuk itulah
perlu dibuat aspek hukum yang sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dalam
kerangka pemerataan kesejahteraan nasional.
Pelaksanaan
hukum ekonomi sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak menimbulkan distorsi
tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu sendiri. Seperti contoh : Otonomi
daerah yang bila dilaksanakan dengan baik dapat memberikan keleluasaan bagi
pemerintah daerah untuk berinovasi bagi kesejahteraan daerahnya bukan untuk
menonjolkan sisi kedaerahannya masing-masing.
Komitmen dan
institusi pengawasan yang baik juga perlu dikembangkan agar penegakan hukum
dapat berlaku baik bagi masyarakat maupun aparat hukum itu sendiri.
REFERENSI:
http://khaerunnisasalsabillah.blogspot.co.id/2012/10/permasalahan-dalam-otonomi-daerah-di.html