Sabtu, 26 Maret 2016

Subjek dan objek hukum zakat Pendapatan



Pengertian subjek dan objek hukum
                Subjek hukum adalah pihak yang berdasarkan hukum telah mempunyai hak/kewajiban/kekuasaan tertentu atas sesuatu tertentu. Pada dasarnya subjek hukum terbagi dua yaitu orang dan badan hukum. Sedangkan Objek hukum adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran pengaturan hukum dimana segala hak dan kewajiban serta kekuasaan subjek hukum berkaitan didalamnya. Comtoh dari ojbek hukum adalah benda-benda ekonomi yang untuk memperoleh nya diperlukan pengorbanan terlebih dahulu.

-Subjek Zakat
Subjek zakat disebut muzakki, adalah orang yang berdasarkan ketentuan hukum islam diwajibkan mengeluarkan zakat atas harta yang dia miliki. Para ulama sepakat bahwa zakat hanya diwajibkan kepada orang islam dewasa yang telah memenuhi syarat-syarat nya yaitu  berakal sehat , merdeka dan memiliki kekayaan dalam jumlah tertentu dengan syarta-syarat tertentu juga. 

-Objek Zakat
Al-Quran tidak memberi ketegasan tentang jenis-jenis harta yang wajib zakatnya dan syarat-syarat apa sja yang harus dipenuhi, serta tidak menjelaskan berapa besar yang harus dizakatkan. . Sunnah itulah yang menafsirkan yang masih bersifat umum, menerangkan yang masih samar dan membuat prinsip-prinsip aktual dan bisa diterapkan dalam kehidupan manusia. Hal itu karena Rasulullah saw yang bertanggungjawab menjelaskan al-Qur’an dengan ucapan, perbuatan dan ketetapan beliau. Dan beliau pulalah yang lebih paham tentang maksud firman Allah SWT.  
Tidak semua harta benda atau kekayaan yang dimiliki oleh seseorang terkena zakat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:

  •   Bebas zakat, seperti rumah tempat tinggal beserta meubelair, mobil pribadi dan peralatan kerja. 
  • Wajib dizakati harta bendanya saja, seperti emas dan perak, apabila telah mencapai nishab dan haulnya. 
  • Wajib dizakati penghasilan dari harta bendanya saja, seperti hasil dari tanah pertanian atau perkebunan dan sewa gedung.
  •  Wajib dizakati harta benda dan penghasilan yang timbul dari padanya, seperti hasil dari peternakan dan perdagangan.  

Zakat profesi

Yang dimaksud dengan zakat profesi adalah zakat dari penghasilan atau pendapatan yang di dapat dari keahlian tertentu, seperti dokter, arsitek, guru, penjahit, da'I, mubaligh, pengrajin tangan, pegawai negri dan swasta. Penghasilan seperti ini di dalam literatur  fiqh sering disebut dengan al- mal al mustafad ( harta yang didapat ).
Ketentuan Zakat Profesi
Para ulama berbeda pendapat di dalam menentukan cara mengeluarkan zakat profesi : 

Pendapat Pertama : zakat  profesi ketentuannya diqiyaskan kepada zakat perdagangan, artinya nishab, kadar dan waktu mengeluarkannya sama dengan zakat perdagangan.  Nishabnya senilai 85 gram emas, kadarnya 2,5 persen dan waktu mengeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan pokok.
Sebagai contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 10.000.000,- Kebutuhan pokoknya Rp. 3.000.000,- maka cara penghitungan zakatnya adalah  :
Rp.10.000.000, – Rp.3.000.000,- = Rp.7.000.000,-
Rp.7.000.000,- X 12 bulan = Rp 84.000.000,-
Rp. 84.000.000 X 2,5 % = 2.100.000 pertahun  atau 175.000 perbulan.

 Pendapat kedua : zakat profesi diqiyaskan kepada zakat pertanian. Artinya setiap orang yang mendapatkan uang dari profesinya langsung dikeluarkan zakatnya, tanpa menunggu satu tahun terlebih dahulu. Tetapi besarnya mengikuti zakat emas, yaitu 2,5 %.
Contoh : Seorang pegawai swasta berpenghasilan setiap bulannya Rp. 3.000.000,-, maka cara penghitungan zakatnya adalah  :
Rp. 3.000.000 X 2,5 % = 7.500,-
Jika di jumlah dalam satu tahun berarti : Rp. 7.500,- X 12 = Rp. 90.000,- 

Zakat Perusahaan

Pada saat sekarang ini, hampir sebagian besar perusahaan dikelola tidak secara individual, melainkan secara bersama dalam sebuah kelembagaan dan organisasi dengan manajemen yang modern, misalnya dalam bentuk PT, CV, atau koperasi.  

Adapun yang menjadi landasan hukum kewajiban zakat pada perusahaan adalah nash-nash yang bersifat umum, seperti termaktub dalam surat al-Baqarah: 267. Karena itu dalam Muktamar Internasional Pertama tentang Zakat di Kuwait (29 Rajab 1404 H) menyatakan bahwa kewajiban zakat sangat terkait dengan perusahaan, dengan catatan antara lain adanya kesepakatan sebelumnya antara pemegang saham, agar terjadi keridhaan dan keikhlasan ketika mengeluarkannya. Menurut hasil muktamar tersebut, perusahaan termasuk kedalam Syahshan I’tibaran (badan hukum yang dianggap orang), karena didalamnya timbul transaksi, meminjam, menjual, berhubungan dengan pihak luar dan menjalin kerjasama.  
Dalam kaitan dengan kewajiban zakat perusahaan ini, dalam Undang Undang No. 38 Tahun 1999, tentang Pengelolaan Zakat, Bab. IV pasal 11 ayat (2) bagian (b) dikemukakan bahwa diantara objek zakat yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah perdagangan dan perusahaan.  

Zakat Surat-surat Berharga

Zaman modern ini mengenal satu bentuk kekayaan yang diciptakan oleh kemajuan dalam bidang industri dan perdagangan didunia, yang disebut Saham dan Obligasi. Saham dan obligasi adalah kertas berharga yang berlaku dalam transaksi-transaksi perdagangan khusus yang disebut “Bursa Kertas-kertas Berharga”.  

Zakat Saham

Salah satu bentuk harta yang berkaitan dengan perusahaan dan bahkan berkaitan dengan kepemilikannya adalah saham. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang mewakilkan kepada manajemen untuk menjalankan operasional perusahaan. Pada setiap akhir tahun, yang biasanya pada waktu Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) dapatlah diketahui keuntungan (deviden) perusahaan, termasuk juga kerugiannya. Pada saat itulah dientukan kewajiban zakat terhadap saham tersebut.

Yusuf Qardhawi, mengemukakan dua pendapat yang yang berkaitan dengan kewajiban zakat pada saham tersebut. Pertama, jika perusahaan itu merupakan perusahaan industri murni, artinya tidak melakukan kegiatan dagang, maka sahamnya tidak wajib dizakati, dengan alasan karena saham-saham itu terletak pada alat-alat, perlengkapan, gedung, sarana dan prasarana lainnya, yang keuntungannya disatukan kedalam kekayaan pemilik saham-saham tersebut, dimana zakatnya dikeluarkan bersama harta lainnya sebagai zakat kekayaan. Kedua, jika perusahaan tersebut merupakan perusahaan dagang murni yang membeli dan menjual barang-barang tanpa melakukan kegiatan pengolahan, maka saham-saham atas perusahaan itu wajib dikeluarkan zakatnya. kedua pendapat tersebut, tidaklah bertentangan, karena kedua- duanya menyatakan bahwa saham itu, meskipun dengan pendekatan yang berbeda, termasuk kedalam sumber zakat.  

zakat saham dianalogikan pada zakat perdagangan, baik nishab maupun kadarnya, yaitu nishabnya senilai 85 gram emas dan kadarnya sebesar 2,5 persen. Yusuf al-qardawi memberikan contoh, jika seseorang memiliki saham senilai 1.000 dinar, kemudian di akhir tahun mendapatkan deviden atau keuntungan sebesar 200 dinar, maka ia harus mengeluarkan zakat sebesar 2,5 persen dari 1.200 dinar atau 30 dinar. Sementara itu, Muktamar Internasional pertama tentang zakat (Kuwait, 29 Rajab 1404 H) menyatakan bahwa jika perusahaan telah mengeluarkan zakatnya sebelum deviden di bagikan kepada para pemegang saham, maka para pemegang saham tidak perlu lagi mengeluarkan zakatnya. Jika belum mengeluarkan, maka tentu para pemegang sahamlah yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya.

Zakat Obligasi

Obligasi adalah pinjaman tetap yang diharapkan bisa dikembalikan lagi kepada orang-orang kaya dan para pemilik modal, dimana sebagai tanda buktinya mereka menerima surat-surat obligasi dalam kedudukan mereka sebagai kreditor, bukan sebagai sekutu pemegang saham.  

Pemilik obligasi sesungguhnya pemilik piutang yang di tangguhkan pembayarannya tetapi harus segera di bayar bila temponya sampai . waktu itu zakatnya wajib dibayar untuk setahun bila obligasi itu sudah berada di tangannya setahun atau lebih. Ini adalah pendapat Malik dan Abu Yusuf. Tetapi bila temponya belum sampai, maka pembayaran zakatnya tidak wajib, karena ia merupakan piutang yang tertangguhkan. Begitu juga apabila belum cukup setahun dalam pemilikannya, berdasarkan ketentuan bahwa zakat wajib apabila sudah berlalu satu tahun.

Karena obligasi bertumbuh dan memberikan kepada pemberi pinjaman itu bunga, sekalipun bunga haram. Haramnya bunga tidak bisa dijadikan alasan untuk membebaskan pemilik obligasi dari kewajiban membayar zakat, oleh karena mengerjakan perbuatan terlarang tidak bisa mengerjakannya keistimewaan.
Menenai zakat obligasi ini, selama si pemilik obligasi belum dapat mencairkan uang obligasinya, karena belum jatuh temponya atau belum mendapat undiannya, maka ia tidak wajib menzakatinya, sebab obligasi adalah harta yang tidak dimiliki secara penuh, karena masih hutang, belum ditangan pemiliknya. Namun apabila sudah dapat dicairkan uang obligasinya, maka wajib segera dizakatinya sebanyak 2,5 %.  


Referensi :


Sabtu, 19 Maret 2016

Peranan Dan Pelaksanaan Hukum Ekonomi Indonesia Dalam Otonomi Daerah



I.    PENDAHULUAN
Sejarah perekonomian dunia, memperlihatkan bahwa banyak permasalahan yang mendesak di dunia karena masalah ekonomi.  Contohnya pada tahun 1930 dunia mengalami masalah pengangguran di kalangan tenaga kerja dan sumber daya lainnya, begitu juga tahun 1940 dunia mengalami masalah merealokasikan sumber daya yang langka dengan cepat antara kebutuhan perang dengan kebutuhan sipil. Tahun 1950 terjadi masalah inflasi, tahun 1960 terjadi kemunduran pertumbuhan ekonomi, tahun 1970 dan awal tahun 1980 terjadi kasus biaya energi yang meningkat (harga minyak yang meningkat sepuluh kali dibandingkan dekade sebelumnya) (Lipsey, et. al. 1991), memasuki akhir tahun  2008 sampai dengan saat ini krisis finansial global yang dimulai di Amerika Serikat sejak 2007 yang dipicu macetnya kredit perumahan  (subprime mortgage) juga telah menimbulkan permasalahan yang mendunia.

Dampak yang dirasakan Indonesia antara lain karena perekonomian dunia melemah sehingga pasar ekspor bagi produk Indonesia menjadi sangat menurun, nilai tukar rupiah terdepresiasi sehingga hutang luar negeri pemerintah maupun swasta menjadi beban yang cukup berat.  Dari uraian diatas, kita dapat melihat bahwa persoalan-persoalan ekonomi selalu muncul dari penggunaan sumberdaya yang langka untuk memuaskan keinginan manusia yang tak terbatas dalam upaya meningkatkan kualitas hidupnya. Akibat kelangkaan, maka terjadi perebutan untuk menguasai sumberdaya yang langka tersebut.   Perebutan menjadi penguasa atas sumber daya yang langka bisa menimbulkan persengketaan antar pelaku ekonomi bahkan bisa memicu perang baik antar daerah maupun antar negara.
Permasalahan ekonomi ini perlu diatur agar pemanfaatan sumber daya yang terbatas dapat berjalan dengan baik dengan prinsip – prinsip keadilan.  Hukum ekonomi merupakan salah satu alat untuk mengatasi berbagi persoalan tersebut.

II.    ISI
Pemanfaatan sumber daya yang terbatas menyebabkan perlunya suatu perangkat hukum yang dapat mengatur agar semua pihak yang berkepentingan mendapat perlakuan yang adil (win-win solution) dan agar tidak terjadi perselisihan diantara pelaku ekonomi.  Fungsi hukum salah satunya adalah mengatur kehidupan manusia bermasyarakat di dalam berbagai aspek.  Manusia melakukan kegiatan ekonomi untuk memenuhi kebutuhannya. Manusia tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri, oleh karena itu manusia melakukan interaksi dengan manusia lainnya.  Interaksi ini sering kali tidak berjalan dengan baik karena adanya benturan kepentingan diantara manusia yang berinteraksi.  Agar tidak terjadi perselisihan maka harus ada kesepakatan bersama diantara mereka.  Kegiatan ekonomi sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.  Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku disetiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut.

Tujuan suatu bangsa salah satunya adalah mensejahterakan rakyatnya.  Seperti tujuan Negara Indonesia yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.  Dalam tujuan negara tersebut disebutkan memajukan kesejahteraan umum.  Jadi perekonomian nasional ini ditujukan bagi kemajuan dan kesejahteraan umum.

Dari pasal 33 tersebut bahwa perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan-lah yang diamanatkan UUD kita.  Koperasi adalah salah satu bentuk dari amanat pasal 33 ayat 1.  Tujuan koperasi adalah untuk kesejahteraan anggotanya.  Di  Indonesia sendiri telah banyak berdiri koperasi-koperasi.  Namun koperasi-koperasi yang ada masih banyak yang dihadapkan oleh permasalahan masih rendahnya kualitas kelembagaan dan organisasi dalam koperasi, dalam PP No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2004-2009 dalam lampiran Pasal (6) Bab 20 mengenai Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah bahwa koperasi yang aktif hanya 76% dari total jumlah yang ada.  Dan hanya 48% dari koperasi yang aktif tersebut yang menyelenggarakan RAT (Rapat Anggota Tahunan).  Selain itu disebutkan juga  tertinggalnya kinerja Koperasi dan kurang baiknya citra koperasi karena banyak koperasi terbentuk tanpa didasari oleh kepentingan bersama dan prinsip kesukarelaan para anggotanya, sehingga kehilangan jati diri koperasi yang otonom dan swadaya. Banyak koperasi yang tidak profesional menggunakan teknologi dan kaidah-kaidah ekonomi modern sebagaimana layaknya badan usaha.
Pasal 33 UUD 1945 ayat 2 menyebutkan bahwa negara menguasai cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dan juga bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya untuk dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.  BUMN (Badan Usaha Milik Negara) adalah salah satu dari pelaksanaan pasal tersebut dimana terdapat PT. Pertamina, PT. Aneka Tambang, PT Pertani, PT Pupuk Kaltim, PT Pertani dan lain-lain.  Dalam era privatisasi yang pada mulanya dilakukan untuk efisiensi dan terbukanya modal asing yang masuk ke Indonesia perlu diwaspadai agar  jangan sampai cabang- cabang produksi yang penting dan kekayaan alam yang ada di Indonesia menjadi milik asing dan hanya memperoleh sedikit keuntungan atau royalti dan jangan sampai  Indonesia  hanya sebagai penonton di negeri sendiri.  Peranan hukum disini adalah untuk melindungi kepentingan negara perlu dibuat agar dapat terwujud bangsa yang sejahtera dan menjadi tuan di negeri sendiri.

Hukum Ekonomi Indonesia juga harus mampu memegang amanat UUD 1945 (amandemen) pasal 27 ayat (2) yang berisi : “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”. Negara juga memiliki kewajiban untuk mensejahteraan rakyatnya, sehingga perekonomian harus dapat mensejahterakan seluruh rakyat, sementara fakir miskin dan anak yang terlantar juga perlu dipelihara oleh Negara. Negara perlu membuat iklim yang kondusif bagi usaha dan bagi masyarakat yang tidak mampu dapat diberdayakan. Sementara yang memang tidak dapat berdaya seperti orang sakit, cacat perlu diberi jaminan sosial (Pasal 34 UUD 1945). Tugas negara ini dalam kondisi sekarang tidaklah mudah dimana kemampuan keuangan pemerintah sendiri juga terbatas. Konsep perekonomian yang baik perlu dilaksanakan.
Indonesia merupakan bagian dari masyarakat global sehingga Indonesia pun tidak terlepas dari hukum internasional termasuk yang menyangkut ekonomi.  Tetapi walaupun demikian, kita juga harus bersikap kritis dan memperjuangkan hak bagi kesejahteraan Negara kita,  karena tidak semua kebijakan ekonomi tersebut dapat diterapkan dan kalaupun diterapkan harus ada penyesuaian dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa, sehingga dalam pengaturan hukum ekonominya harus mempertimbangkan hal tersebut. Di era orde baru kita pernah mencoba mengatur Negara ini menggunakan sistem sentralisasi atau terpusat.  Semua kegiatan ekonomi diatur oleh pemerintah pusat.  Diakui dengan sistem ini perekonomian kita sempat berjaya dengan swasembada beras, namun di sisi lain terjadi kesenjangan antara pusat-pusat ekonomi dengan daerah-daerah yang terpencil dan kurangnya pemerataan pembangunan.

Tujuan utama desentralisasi adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui penyelenggaraan urusan/fungsi/tanggung jawab pemerintahan untuk penyediaan pelayanan masyarakat lebih baik. Pelaksanaan otonomi daerah yang baik akan meningkatkan kesejahteraan rakyat.  Beberapa contoh sukses ditunjukkan dalam Koran Tempo, Senin, 22 Desember 2008, sejumlah kepala daerah di negeri ini dapat mengembangkan kreativitasnya dalam memajukan daerahnya. Peran pimpinan daerah dalam mendorong terciptanya pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sangatlah penting.  Kriteria yang dipilih Tempo untuk menyeleksi para calon tokoh pimpinan daerah adalah dalam sektor pelayanan pubik, transparansi dan keramahan pada dunia usaha setempat.  Hal ini dilakukan Tempo karena dianggap masih banyak anggapan miring tentang otonomi daerah sebagai desentralisasi korupsi dan munculnya raja-raja kecil.  Sebanyak 61 kasus kepala daerah menjadi tersangka dan kemudian menjadi terpidana akibat praktek yang salah dalam menjalankan otonomi dan presepsi mengenai otonomi daerah.
Pemerintahan di daerah harus berhati-hati dalam membuat regulasi ataupun perangkat hukum yang menyangkut perekonomian daerahnya, agar tidak terjadi salah presepsi tentang otonomi ekonomi daerah. Peranan pemerintah pusat juga harus lebih ketat dalam mengawasi jalannya otonomi daerah agar tujuan nasional dapat berjalan sebagai mana mestinya. Keberpihakan pemerintah baik pusat maupun daerah terhadap pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah daerah diharapkan mampu mengurangi jurang antara masyarakat mapan dan marjinal, karena dengan pertumbuhan koperasi, usaha kecil dan menengah akan mengurangi ketergantungan masyarakat akan import dan memperluas lapangan pekerjaan.  Sehingga akan mengurangi beban pemerintah dan diharapkan daerah mampu mandiri mengatasi kesulitan didaerahnya sesuai dengan sumberdaya yang ada didaerah tersebut.  Pemerintahan daerah juga harus menjaga agar otonomi daerah adalah bukan mengatur daerah dengan kacamata kedaerahannya tetapi lebih melihat bahwa negara kita mempunyai tujuan bersama yang mulia seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.  Pemerintahan daerah juga tidak boleh semena-mena menyombongkan diri apabila berhasil, tetapi juga mau membantu daerah lain, minimal dengan menularkan informasi tentang keberhasilan mereka terhadap daerah lain.

Untuk itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan perumusan dan sosialisasi mengenai batasan-batasan dan sanksi hukum yang jelas bagi pelaku ekonomi baik tingkat pusat maupun daerah, yang kemudian ditetapkan menjadi peraturan atau kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.  Dalam hal sosialisasi, pemerintah perlu juga melibatkan media massa ataupun membentuk kader-kader yang siap memberikan informasi mengenai keberadaan peraturan maupun  kebijakan tersebut. Pemerintah juga perlu memberikan penghargaan kepada tokoh, pimpinan atau masyarakat yang melakukan perubahan posistif terhadap perkembangan ekonomi daerahnya, diharapkan kegiatan ini memacu munculnya tokoh-tokoh yang peduli terhadap keberhasilan daerah untuk mencapai kesejahteraan.
Aspek hukum yang mengatur perekonomian Indonesia sudah diamanatkan  dalam UUD 1945 yang sudah empat kali diamandemen, namun baru tahun 1982 ada sebuah penelitian yang dilakukan mengenai Hukum Ekonomi Indonesia.  Penelitian ini dilakukan oleh Universitas Padjajaran Bandung yang di pimpin oleh DR. C.F.G Sunaryati Hartono, S.H, yang diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Hukum Ekonomi Indonesia. Dalam buku tersebut Hukum Ekonomi Indonesia dibedakan menjadi dua yaitu Hukum Ekonomi Pembangunan dan Hukum Ekonomi Sosial (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).

Hukum Ekonomi Pembangunan adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara peningkatan dan pengembangan kehidupan ekonomi (peningkatan produksi) secara nasional dan berencana. Hukum Ekonomi Pembangunan meliputi bidang-bidang pertanahan, bentuk-bentuk usaha, penanaman modal asing, kredit dan bantuan luar negeri, perkreditan dalam negeri perbankan, paten, asuransi, impor ekspor, pertambangan, perburuhan, perumahan, pengangkutan dan perjanjian internasional. Hukum Ekonomi Sosial adalah pengaturan dan pemikiran hukum mengenai cara-cara pembagian hasil pembangunan ekonomi nasional secara adil dan merata, sesuai dengan martabat kemanusiaan (hak asasi manusia) manusia Indonesia (distribusi yang adil dan merata). Hukum Ekonomi Sosial meliputi bidang obat-obatan, kesehatan dan keluarga berencana, perumahan, bencana alam, transmigrasi, pertanian, bentuk-bentuk perusahaan rakyat, bantuan dan pendidikan bagi pengusaha kecil, perburuhan, pendidikan, penderita cacat, orang-orang miskin dan orang tua serta pensiunan (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008).
Apakah hukum diperlukan dalam mengelola perekonomian negara? Masih banyak masyarakat yang bertanya demikian karena terkadang hukum lebih banyak dianggap sebagai faktor penghambat daripada sebagai faktor yang melandasi ekonomi.  Walaupun demikian sudah seharusnya ada hukum yang mengatur dan mengelola perekonomian negara, karena pada dasarnya hukum mempunyai beberapa peranan dalam pembangunan ekonomi Indonesia.  Peranan hukum (Soedijana, Yohanes, Setyardi, 2008) tersebut antara lain adalah :
a.    Hukum sebagai pemelihara ketertiban dan keamanan
b.    Hukum sebagai sarana pembangunan
c.    Hukum sebagai sarana penegak keadilan
d.    Hukum sebagai sarana pendidikan masyarakat

Dari beberapa syarat tentang hukum yang ditulis dalam Bab (2), buku Ekonomi Pembangunan Indonesia  yang patut dipertimbangkan yaitu :
a.    Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus berdasarkan falsafah kenegaraan Pancasila dan UUD 1945
b.    Bahwa kaidah-kaidah hukum nasional kita harus mengandung dan memupuk nilai-nilai baru yang mengubah nilai-nilai sosial yang bersumber pada kesukuan dan kedaerahan menjadi nilai-nilai sosial yang bersumber memupuk kehidupan dalam ikatan kenegaraan secara nasional
c.    Bahwa sistem hukum nasional itu mengandung kemungkinan untuk menjamin dinamika dalam rangka pembaharuan hukum nasional itu sendiri, sehingga secara kontinyu dapat mempersiapkan pembangunan dan pembaharuan masyarakat di masa berikutnya
Setelah pemerintah daerah dan kota membuat perangkat hukum, yang menjadi tugas selanjutnya adalah  perlunya sosialisasi dalam penerapan hukum ekonomi di daerah dan kota.  Sosialisasi ini bertujuan agar setiap pelaku ekonomi daerah dan kota mengetahui batasan-batasan hukum dan sanksi hukum dengan jelas.
Peran pemerintah daerah juga diperlukan dalam peningkatan perekonomoian Indonesia. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono di Jakarta, Kompas, Rabu (19/12), selama ini kontribusi pemerintah daerah (pemda) masih minim. Lebih lanjut Boediono mengatakan, masih ada beberapa rencana tindak yang belum tuntas dalam paket kebijakan ekonomi, baik dalam kebijakan perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, usaha mikro-kecil-menengah (UMKM), maupun kebijakan sektor keuangan. Oleh karena itu, masih diperlukan paket kebijakan lanjutan yang akan dikeluarkan pada tahun 2008. “Inti pokoknya, paket itu merupakan alat mengoordinasi kebijakan dan mengarahkan peta jalan selama dua tahun ke depan (2008-2009). Nanti, apakah matriks itu dipayungi inpres (instruksi presiden) atau apa, tidak jadi masalah,” ujar Boediono (sekarang Wakil Presiden RI).
Ketua Tim Pengawas Pencapaian Paket Kebijakan Ekonomi Jannes Hutagalung pada era Menko Perekonomian Boediono mengatakan, fungsi pemda akan diperbanyak dalam pelaksanaan rencana tindak paket kebijakan ekonomi 2008. Itu disebabkan sebagian besar pelaksanaan programnya ada di daerah. “Misalnya, program UMKM. Untuk sektor ini, kami akan lebih meningkatkan kerja sama dengan pemda,” kata Jannes.  Sebenarnya, ujar Jannes, dalam paket kebijakan ekonomi terdahulu sudah diatur tentang penunjukan pejabat di kabupaten dan kota untuk membantu tugas pengawasan yang dibentuk Menko Perekonomian. Namun, belum semua kabupaten dan kota melaksanakannya. Boediono menambahkan, “Harapan kami kalau ada pejabat yang ditugaskan di setiap kabupaten, kami bisa berkomunikasi dengan baik.”  Pemerintah memastikan paket kebijakan ekonomi yang sudah digulirkan sejak tahun 2006 akan berubah wujud, terutama dalam bentuk legalitasnya.
Hal itu dimungkinkan karena paket kebijakan ekonomi tersebut tidak akan ditertibkan dalam bentuk inpres, tetapi produk hukum lain yang lebih kuat. Aspek yang tercakup antara lain adalah perbaikan iklim investasi, percepatan pembangunan infrastruktur, reformasi sektor keuangan, dan UMKM. Keberadaan rencana tindak dalam paket kebijakan akan memudahkan pengawasan oleh masyarakat. Kebijakan paket kebijakan ekonomi terdahulu diatur dalam Inpres Nomor 6 Tahun 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM (Kompas, 19 Desember 2008).

KESIMPULAN :
Kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu kegiatan sosial manusia juga perlu diatur dengan hukum agar sumber daya ekonomi, pemanfaatan dan kegiatannya dapat berjalan dengan baik dengan mempertimbangkan sisi keadilan bagi para pelaku ekonomi.
Hukum atau peraturan perekonomian yang berlaku di setiap kelompok sosial atau suatu bangsa berbeda-beda tergantung kesepakatan yang berlaku pada kelompok sosial atau bangsa tersebut. Sehingga aspek hukum harus dibuat berdasarkan tingkat kepentingan yang muncul pada suatu masyarakat di suatu wilayah, untuk itulah perlu dibuat aspek hukum yang sejalan dengan kebijakan otonomi daerah dalam kerangka pemerataan kesejahteraan nasional.
Pelaksanaan hukum ekonomi sendiri perlu terus diawasi sehingga tidak menimbulkan distorsi tetapi justru dapat meningkatkan perekonomian itu sendiri. Seperti contoh : Otonomi daerah yang bila dilaksanakan dengan baik dapat memberikan keleluasaan bagi pemerintah daerah untuk berinovasi bagi kesejahteraan daerahnya bukan untuk menonjolkan sisi kedaerahannya masing-masing.
Komitmen dan institusi pengawasan yang baik juga perlu dikembangkan agar penegakan hukum dapat berlaku baik bagi masyarakat maupun aparat hukum itu sendiri.

REFERENSI:
http://khaerunnisasalsabillah.blogspot.co.id/2012/10/permasalahan-dalam-otonomi-daerah-di.html