Sabtu, 23 April 2016

Hukum Perjanjian beserta Contoh Kasusnya



Pembahasan tentang Hukum Perjanjian
Di dalam pasal 1331 KUHPerdata yang dimaksud perjanjian adalah suatu perbuatan satu orang atau lebih untuk mengikatkan dirinya terhadap satu oarang atau lebih. Sedangkan para ahli hukum mengatakan, kita sebut saja Abdulkadir Muhammad bahwa ia mengemukakan perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Dalam hal ini suatu perjanjian itu pasti akan timbul dari adanya perikatan antara satu orang ataupun lebih.

Unsur – unsur yang ada di dalam hukum perjanjian
·         Kata sepakat dari kedua belah pihak atau lebih
·         Sepakat ini berasal dari dua orang yang sudah berjanji dalam suatu hal yang dijanjikan.
·         Kata sepakat tercapai harus bergantung kepada para pihak
·          Keinginan atau tujuan para pihak untuk timbulnya akibat hukum.
·         Akibat hukum untuk kepentingan pihak yang satu dan atas beban yang lain atau timbal balik.
·         Dibuat dengan mengindahkan ketentuan perundang – undangan.

Macam – macam perjanjian
·         Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
·         Perjanjian percuma dan perjanjian dengan alas hak yang membebani
·         Perjanjian bernama dan tidak bernama
·         Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
·         Perjanjian konsensual dan perjanjian real

Bentuk – bentuk perjanjian
·         Dalam bentuk lisan yang diucapkan secara langsung oleh pihak – pihak yang berjanji
·         Dalam bentuk tulisan, dibagi menjadi 2 yaitu : di bawah tangan dan otentik

Syarat – syarat terjadinya suatu perjanjian
·         Terdapat kesepakatan antara dua pihak
·         Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar
·          Terdapat suatu hal yng dijadikan perjanjian
·          Kedua belah pihak mampu membuat perjanjian
·         Pembatalan suatu perjanjian diakibatkan dalam berikut
·         Adanya suatu pelanggaran dan pelanggaran tersebut tidak dapat diperbaiki dalam jangka waktu yang ditentukan atau tidak dapat diperbaiki.
·         Pihak pertama melihat adnya kemungkinan pihak kedua mengalami kebangkrutan atau secara financialtidak dapat memenuhi kewajibannya.
·         Terkait resolusi atau perintah pengadilan
·         Terlibat hukum
·         Tidak lagi memiliki lisensi, kecakapan, atau wewenang dalam melksanakan perjanjian.


Contoh Kasus Hukum Perjanjian

  Karyawan Dipaksa Menandatangani Perjanjian
                               Disertai Ancaman Hukum

Nama saya Warni, mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. Sejak duduk dibangku sekolah, saya selalu diajarkan bahwa Indonesia merupakan negara hukum, yang menempatkan hukum sebagai hal tertinggi, menjamin pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM), dan menjalankan pemerintahan berdasarkan undang-undang. Dimana pemerintah memiliki keleluasaan untuk memberikan perlindungan atas hak-hak kebebasan sipil warga negara dari tindakan kesewenang-wenangan.

Menurut pendapat saya, seharusnya hal ini dijadikan acuan oleh semua perusahaan di Indonesia, baik perusahaan asing maupun local dalam menjalankan usahanya. Namun kenyataan berkata lain, saat ini banyak perusahaan yang memberlakukan peraturan kerja yang mengikat, yang melarang karyawan untuk bekerja di perusahaan pesaing disertai dengan ancaman hukum.

Contoh kasus yang terjadi baru-baru ini, dapat dilihat pada suara pembaca detik.com tanggal 12 April 2011 yang berjudul “Dipaksa Menandatangani Perjanjian Disertai Ancaman Hukum.” Yang menceritakan kisah LB, karyawan perusahaan portal lowongan kerja yang berkantor di wilayah Slipi, Jakarta Barat. Meskipun LB berstatus karyawan di perusahaan asing tersebut, LB tidak menerima gaji sebagaimana layaknya karyawan di perusahaan sejenis di tempat lain, karena setiap bulannya LB hanya menerima kompensasi apabila ada penjualan. Singkat cerita, karena LB memutuskan untuk meninggalkan perusahaan tersebut dan bergabung dengan perusahaan lain di industri yang sama, General Manager (GM) perusahaan asing tersebut melarang LB untuk pindah ke perusahaan lain, dan ’memaksa’ LB menandatangani surat perjanjian. Bahkan LB berkali-kali diancam akan diseret ke meja hijau oleh perusahaan asing tersebut.

Kalau sudah begini keadaannya, saya jadi mempertanyakan peranan Pemerintah khususnya departemen Tenaga Kerja dalam memberikan perlindungan bagi warga negara Indonesia yang memperjuangkan kesejahteraan hidupnya dan keluarganya? Apakah kekuasaan yang dimiliki oleh kaum kapitalis di Indonesia dapat mengontrol atau bahkan membukam pemerintah? Padahal, apabila kita berpedoman pada Undang-undang Dasar 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan,” seharusnya kasus LB tidak pernah terjadi di Indonesia.


Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar